PPKS Unit Bogor

Spirulina, si hijau biru yang ajaib

Saat ini banyak kita temukan produk suplemen makanan yang menawarkan berbagai khasiat, namun tidak didukung dengan dasar ilmiah yang memadai. Salah satu suplemen makanan yang saat ini menjadi tren adalah spirulina. Kandungan nutrisi spirulina yang lengkap membuat spirulina dijuluki sebagai Magic Food.

Menjamurnya produk suplemen makanan di pasaran membuat konsumen bingung memilih produk yang aman dan baik untuk tubuh. Kebanyakan konsumen lebih mengandalkan tren produk yang muncul dibandingkan komposisi kimia bahan aktif yang berperan untuk klaim kesehatan tersebut. Produk-produk semacam ini cenderung menjadikan konsumen sebagai ajang uji coba.

Berbeda halnya dengan suplemen berbahan aktif Spirulina. Ganggang hijau biru Spirulina platensis telah digunakan oleh konsumen lebih dari 70 negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan benua Eropa yang menjadi kiblat kemajuan teknologi. Spirulina mengandung vitamin dan bahan aktif yang sangat lengkap, sehingga memiliki basis ilmiah yang kuat untuk digunakan sebagai suplemen pangan. Saat ini belum ada produk suplemen yang memiliki komposisi vitamin dan bahan aktif selengkap Spirulina [1]. Produk Spirulina sudah mendapat ijin dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat yang diketahui sangat ketat dalam pengawasan produk makanan dan obat-obatan.

Spirulina platensis adalah sianobakteri atau mikroalga (ganggang mikro) hijau biru yang diperkirakan telah ada di planet bumi sejak 3,5 milyar tahun yang lalu. Mikroalga ini mampu tumbuh pada lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas [2], pH basa dengan kandungan senyawa karbonat dan bikarbonat yang tinggi [3] dan dengan pasokan unsur nitrogen. Ganggang ini banyak digunakan sebagai makanan fungsional dan penghasil berbagai bahan aktif penting bagi kesehatan [4], antara lain asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) yaitu asam linoleat (LA) dan g-linoleat (GLA) [5]. LA dan GLA berguna untuk pengobatan hiperkolesterolemia, sindroma prahaid, eksema atopik [6] dan antitrombotik [7]. Beberapa bahan aktif lain juga diproduksi secara intraseluler seperti senyawa karotenoid, asam nikotinat, riboflavin (vit B2), thiamin (vit B1), sianokobalamin (vit B12), dan pigmen [2].

S. platensis dapat ditemukan di perairan dengan berbagai tingkat salinitas dengan pH basa, biasanya berkisar 8-11. Kondisi pH basa ini memberikan keuntungan dari sisi budidaya, karena relatif tidak mudah terkontaminasi oleh mikroalga yang lain, yang pada umumnya hidup pada pH yang lebih rendah atau lebih asam [8].

S. platensis adalah mikroalga yang mampu tumbuh dalam berbagai kondisi pertumbuhan. Meskipun sianobakteri ini termasuk mikroba fotoautotrof, mikroba ini mampu tumbuh secara miksotrof dan heterotrof [3,9]. Pada kondisi miksotrof dan heterotrof, S. platensis tumbuh dengan memanfaatkan gula sebagai sumber karbon [9] dan hidrolisat protein sebagai sumber karbon dan nitrogen. Dalam proses pengembangbiakan spirulina ini digunakan medium sintetis sebagai media tumbuhnya. Gambar dibawah menunjukkan spirulina yang dikembangkan di PPBBI dan bentuk sel spirulina yang dilihat menggunakan mikroskop.

Spirulina mendapat rekomendasi sebagian besar dokter di dunia sebagai suplemen makanan dengan nutrisi terlengkap untuk kesehatan dan sangat aman dikonsumsi oleh manusia semua umur.

Keunggulan S. platensis dalam bentuk serbuk yang telah diteliti oleh Dr. Genene Tefera dari Ethiophian Institute of Biodiversity adalah [1] :

1. Regenerasi sel, mampu  memperbaiki sel-sel yang rusak sehingga sel-sel tubuh mampu bekerja secara optimal.

2. Memiliki kandungan nutrisi dan multivitamin yang lengkap sehingga mampu mendukung tumbuh kembang sel dalam tubuh.

3. Mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada manusia yang digunakan untuk melawan penyakit.

4. Mampu melakukan detoksifikasi (pembuangan racun) pada tubuh, mengikat racun dalam tubuh seperti logam berat dan senyawa kimia berbahaya yang mengendap di seluruh tubuh manusia dan membuangnya melalui sistem ekskresi.

5. Sebagai antioksidan, spirulina mengandung antioksidan tinggi yang berfungsi menetralisisr reaksi radikal bebas dalam tubuh manusia.

6. Menyeimbangkan pH tubuh antara 7,35-7,45. Karena pH tubuh yang kurang dari 7,35-7,45 akan menimbulkan berbagai macam penyakit

Riset tentang spirulina telah dilakukan di Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia sejak tahun 1993 oleh Dr. Tri Panji. Riset yang telah berjalan selama kurang lebih dua dekade ini telah menghasilkan produk suplemen makanan yang bernama Spikasa.

Spikasa adalah suplemen makanan dengan bahan aktif 100% Spirulina platensis yang dibudidaya dan diproduksi di dalam negeri. Ini yang membedakan dari suplemen Spirulina lainnya yang berasal dari impor. Kandungan vitamin yang lengkap, antara lain vitamin A, provitamin A, vitamin B1, B2, B3, B6, B12, D, E, biotin, asam pantotenat, asam folat, dan inositol, antioksidan fikosianin, karotenoida, dan superoksida dismutase yang sangat kuat, sulfolipid yang bersama-sama dengan fikosianin berfungsi sebagai agen detoksifikasi, semua ada di dalam Spikasa [9]. Komposisi mineral dan asam-asam lemaknya, termasuk yang esensial, juga sangat lengkap.

Lantas apakah produk anak bangsa ini kalah dengan produk yang dari luar negeri? Hasil uji di Laboratorium Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Balai Besar Pasca Panen Departemen Pertanian, dan Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia menunjukkan bahwa komposisi kimia Spirulina yang digunakan untuk Spikasa justru lebih unggul dibanding semua produk yang telah masuk ke Indonesia dan sudah diuji. Sebagai contoh kandungan fikosianin dan karotenoida, dua antioksidan yang biasanya paling mudah rusak, ternyata lebih tinggi pada Spikasa. Yang sangat mengherankan, beberapa produk impor ternyata memiliki kandungan fikosianin dan karotenoida hanya seperenam dari Spirulina pada produk Spikasa. Ini yang membuat konsumen merasakan bedanya setelah mengkonsumsi Spikasa dibanding suplemen lain, termasuk yang berbahan aktif Spirulina impor. Produk ini juga sudah mendapat sertifikat halal dari MUI dari mulai bahan baku yang digunakan, proses, hingga kemasan. Sedangkan produk-produk impor tidak bisa kita ketahui media tumbuh yang mereka gunakan halal/tidak karena spirulina adalah jenis mikroorganisme sel tunggal yang bisa tumbuh di berbagai media sekalipun limbah, seperti limbah kotoran ternak dan limbah cair perkebunan.

Jadi mengapa kita tidak memilih produk anak bangsa ini? Dengan memilih Spikasa, badan dan kantong kita akan tetap sehat. Kita juga ikut berperan dalam menyelamatkan devisa negara untuk kejayaan Republik ini. Ini berarti dengan memilih Spikasa, kita telah memilih hidup sehat cara smart (cerdas).

 

 

 

 

 

Referensi

1. Genene Tefera (2008) Spirulina: The Magic Food. http://www.ibc.gov.et/301 (Diakses pada 29 Januari 2015, pukul : 12.00)

2. Richmond, S (1987) Spirulina. In:Borowitzka, MA.&L.J Borowitzka.(Ed) Microalgae Biotechnology, Cambridge University Press, England.

3. Aiba, S & Ogawa, T (1977) Assesment of growth yield of a blue green algae Spirulina platensis in axenic and continuous culture. J. Gen. Microbial 102:179-182.

4. Arad, S (1988) Production of biochemicals from red microalgae. Congress Proceeding of Aquaculture International Congress and Exposition. British Columbia Pailion Corporation, Vancouver, Canada.

5. Cohen, Z (1997) The chemicals of Spirulina In Vonshak, A. (Ed.). Spirulina platensis (Arthrospira), Phsysiology, Cell-biology and Biotechnology. Taylor&Francis, Ltd., London,175-204.

6. Biagi, PL, Bordoni, A. Masi, M. Ricci, G. Fanelli, C. Patrizi, A & Ceccolini, F (1988) Evening primrose oil (Efamol) in the treatment of children with atopic eczema. Drug Exptl. Clin. Res 4: 291-297.

7. Suzuki, O (1991) Recent trends of oleochemicals by biotechnology. In:PORIM International Palm Oil Conference-Chemistry and Technology. Malaysia, 221-230.

8. Tri-Panji, Suharyanto & Away, Y (1994) Produksi protein sel tunggal menggunakan limbah lateks pekat. Menara Perkebunan 62(2):36-40.

9. Marquez, F.J, Sasaki, K., Kakizono, T, Nishio, N& Nagai, S. (1993) Growth characteristic of Spirulina platensis in mixothropic and heterothropic condition. J. Ferment. Bioeng., 76(5):408-410.

 


unduh file pdf

Share di Facebook