Gambar 1. Perubahan stomata pada daun Cabai Merah var.Lado, perlakuan kitosan (A), kontrol (B). [5]
Kitosan merupakan biostimulan tanaman yang dapat diaplikasikan dengan cara penyemprotan pada daun (foliar spray), agensia pengawet bahan pangan melalui penyalutan (coating) pada buah, sayuran, dan biji, maupun sebagai suplemen yang diaplikasikan pada media tanah [1]. Kitosan banyak dipelajari sebagai biostimulan untuk meningkatkan pertumbuhan [2,3,4] dan ketahanan tanaman [5] Oleh karenanya, kitosan sangat potensial untuk diaplikasikan pada berbagai komoditas pertanian sebagai upaya peningkatan produktivitas. Namun demikian, aktivitas kitosan terhadap tanaman pada kondisi tercekam belum banyak dipelajari.
Kekeringan merupakan salah satu stres abiotik yang menjadi ancaman serius di bidang pertanian, karena dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas tanaman. Yan et al. [6] menyatakan bahwa respons tanaman cabai terhadap stres lingkungan melibatkan faktor transkripsi WRKY dalam mengaktifasi jalur signalling asam absisat (ABA) yang memediasi penutupan stomata. Aziz et al. [7] melaporkan bahwa pada tanaman cabai merah cv. Laba maupun Lado [5], kombinasi perlakuan kitosan dan kekeringan secara signifikan dapat menurunkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang teramati pada parameter pertambahan tinggi tanaman dan jumlah buah, kemudian diikuti parameter jumlah bunga dan jumlah daun.
Pertumbuhan yang terhambat diduga sebagai akibat dari respons stomata yang mengalami penutupan oleh perlakuan kitosan maupun kekeringan (Gambar 1). Stomata yang menutup bertujuan untuk mengurangi laju transpirasi tanaman, namun sayangnya juga berdampak pada penurunan laju fotosintesis seiring menurunnya suplai CO2, sehingga berakibat pada penurunan pertumbuhan dan produktivitas tanaman [8,9,10].
Namun demikian, salah satu aktivitas kitosan dalam meningkatkan respons ketahanan teramati baik pada kondisi normal maupun saat tercekam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level ekspresi WRKY17 dan WRKY53 secara berturut-turut mengalami peningkatan sebesar 10 dan 22 kali lipat lebih tinggi dibandingkan kontrol pada tanaman cabai merah cv. Laba oleh perlakuan kombinasi kitosan dan kekeringan [7]. WRKY merupakan family gene yang mengkode protein sebagai faktor transkripsi dalam memodulasi jalur signalling dengan melibatkan reactive oxygen species (ROS), ABA, dan jasmonic acid (JA) saat terjadi cekaman. Dengan demikian, peningkatan level ekspresi gen-gen tersebut saat terjadi cekaman diduga merupakan salah satu mekansime ketahanan yang terjadi pada tanaman. Selain itu, kadar akumulasi capsaicin dapat dijadikan sebagai salah satu parameter untuk mempelajari tingkat ketahanan tanaman cabai dalam merespons perubahan lingkungan [11,12]. Hasil studi Aziz et al. (under submission) melaporkan bahwa aplikasi kitosan 1 mg/ml saat kekeringan dapat meningkatkan kadar capsaicin tanaman cabai cv. Lado hingga 2,46 kali lipat lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dengan demikian aplikasi kitosan pada tanaman cabai merah saat kekeringan meskipun menurunkan produktivitas tanaman cabai merah, namun mampu meningkatkan level ekspresi WRKY dan kadar capsaicin sebagai parameter-parameter ketahanan tanaman terhadap kekeringan.
Referensi
[1]. Nge KL, N New, S Chandrkrachang, WF Stevens (2006). Chitosan as a growth stimulator in orchid tissue culture. Journal of Plant Sciences 170, 1185-1190.
[2]. Ohta K, S Morishita, K Suda, N Kobayashi & T Hosoki (2004). Effects of chitosan soil mixture treatment in tthe seedling stage on the growth and flowering of several ornament plants. Journal of the Japanese Society for Horticultural Science 73(1), 66-68.
[3]. Dzung NA, VTP Khanh & TT Dzung (2011). Research on impact of chitosan oligomers on biophysical characteristic, growth, development, and drought resistance of coffee. Carbohydrate Polymers 84, 751-755.
[4]. Mondal MMA, MA Malek, AB Puteh, MR Ismail, M Ashrafuzzman & L Naher (2012). Effect of foliar application of chitosan on growth and yield in okra. Australian Journal of Crop Science 6, 918-921.
[5]. Aziz MA, RE Esyanti, K Meitha, FM Dwivany & HH Chotimah (2020b). Chitosan suppresses the expression level of WRKY17 on red chili (Capsicum annuum) plant under drought stress. Indonesian Journal of Biotechnology 25(1), 52-60.
[6]. Yan H, H Jia, X Chen, L Hao, H An & X Guo (2014). The cotton WRKY transcription factor GhWRKY17 Functions in drought and salt in transgenic Nicotiana benthamiana through ABA signaling and the modulation of reactive oxygen species production. Plant and Cell Physiology 55(12), 2060-2076.
[7]. Aziz MA, RE Esyanti & FM Dwivanny (2020a). Pengaruh kitosan terhadap peningkatan level ekspresi WRKY17 dan WRKY53 tanaman Capsicum annuum Laba pada kondisi kekeringan. Menara Perkebunan, 88(2), 120-129
[8]. Iriti M, V Picchi, M Possomi, S Gomarasca, N Ludwig, M Gargano & F Faoro (2009). Chitosan antitranspirant activity is due to absisic acid-dependent stomatal closure. Environmental and Experimental Botany 66, 493-500.
[9]. Anjum SA, X Xie, L Wang, MF Saleem, C Man & W Lei (2011). Morphological, physiological, and biochemical responsses of plants to drought stress. African Journal of Agricultural Research 6(9), 2016-2032.
[10]. Phimchan P, S Techawongstein, S Chanthai & PW Bosland (2012). Impact of drought stress on the accumulation of capsaicinoids in capsicum cultivars with different initial capsaicinoid levels. HortScience 47(9), 1204-1209.
[11]. Kraikruan W, S Sangchote, & S Sukprakarn (2008). Effect of Capsaicin on Germination of Colletotrichum capsici Kasetsart Journal (Natural Science) 42, 417-422.
[12]. Veloso J, C Prego, MM Varela, R Carballeira, A Bernal, F Merino, and J Diaz (2013). Properties of capsaicinoids for the control of fungi and oomycetes pathogenic to pepper. Plant Biology, 16: 177-185.