PPKS Unit Bogor

Teknologi benih artifisial untuk generasi pasca milenial

Benih artifisial merupakan teknologi penyimpanan benih yang berkelanjutan dimana benih dienkapsulasi sedemikian rupa sehingga material tanaman terlindungi dari kerusakan fisik serta dapat ternutrisi dengan optimal. Teknologi ini penting dalam hal konservasi khususnya sebagai mitigasi akan hilangnya spesies tanaman yang terancam punah. Selanjutnya, benih artifisial dapat dijadikan suatu warisan untuk para generasi pasca milenial supaya tetap menjaga biodiversitas dunia dan mencapai kehidupan yang berkelanjutan.

Kenaikan populasi penduduk dunia melahirkan istilah baru untuk setiap generasi pada rentang waktu tertentu. Sebut saja generasi Y dan diikuti oleh generasi Z setelahnya. Generasi Y atau generasi milenial adalah generasi yang saat ini berada masa produktifnya dan terkenal akan sifat individualitas dan selalu ingin mencoba hal baru [1].

Pertumbuhan penduduk dunia diproyeksikan masih akan terus terjadi hingga di tahun 2050, mencapai 9,6   miliar penduduk, dan akan menjadi 10,9 miliar di tahun 2100 [2]. Namun, kenaikan tersebut tidak diikuti oleh pertambahan wilayah sehingga berakibat terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi pemukiman penduduk. Hal ini juga menimbulkan kenaikan rata-rata permukaan bumi sebagai akibat dari aktivitas manusia. Saat ini kenaikan suhu permukaan bumi telah mencapai 0,6°C dalam satu decade, dan diprediksi kenaikan suhu ini akan terus meningkat sekitar 0,1°C hingga 2°C [3]. Dampak keterbatasan lahan dan juga kenaikan suhu permukaan menjadi ancaman yang serius terhadap hilangnya keanekaramagan hayati dunia atau biodiversitas.

Hilangnya biodiversitas atau erosi biodiversitas akan mengancam ketahanan pangan dunia. Hal ini karena semakin beragam material genetik tanaman yang dimiliki, maka akan semakin membuka peluang besar untuk menemukan solusi untuk mengadaptasikan tanaman yang merupakan sumber pangan dalam menghadapi perubahan iklim. Menurut FAO [4]. Saat ini sangat penting bagi setiap elemen seperti ilmuwan, petani dan pembuat kebijakan untuk saling mendukung dalam menjaga biodiversitas. Secara khusus, bentuk kerjasama yang diinginkan adalah untuk mencari sumber genetik agar suatu varietas dapat bertahan dalam cekaman stress. Oleh karena itu, teknologi penyimpanan benih merupakan salah satu pendekatan yang paling ditunggu dalam upaya mencegah semakin meluasnya efek perubahan iklim terhadap fenomena erosi biodiversitas.

Salah satu teknologi yang mulai dikembangkan peneliti di dunia ialah teknologi benih sintetik atau sering juga disebut dengan benih artifisial. Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Toshio Murashige di tahun 1977. Teknologi ini memungkinkan kita untuk dapat menyimpan benih dalam jangka waktu pendek dan panjang. Benih sintetik atau benih artifisial adalah jaringan tanaman dalam bentuk massa sel, tunas, embrio somatik yang telah dienkapsulasi sedemikian rupa sehingga dapat ditumbuhkan di dalam laboratorium (in vitro) maupun di lapang (ex vitro) menjadi tanaman yang lengkap [5]. Benih artifisial harus mampu mempertahankan viabilitasnya setelah disimpan dalam suhu rendah. Dalam beberapa decade, pemanfaatan teknologi ini telah banyak diungkap seperti untuk tanaman yang memiliki daya kecambah yang rendah, tidak memiliki biji, viabilitas biji yang rendah, serta tanaman dengan genotipe bunga jantan dan betina yang tidak masak di waktu yang bersamaan. Secara lebih lanjut, teknologi ini juga mulai dikembangkan untuk menyimpan plasma nutfah tanaman yang hampir punah, memiliki karakter unggul dan juga perbanyakan massal benih yang memiliki nilai komersial [6]

Benih artifisial memiliki beberapa keunggulan dalam hal penyimpanan, penanganan, pengiriman kerena ukurannya yang kecil. Teknologi ini telah banyak dikembangkan antara lain pada tanaman perkebunan seperti teh [7], tebu dan kakao [8]; pada tanaman berkayu seperti mawar hibrida [9], pada tanaman obat Castilleja tenuiflora [10]; termasuk pada tanaman obat yang terancam punah seperti Rauwolfia serpentina L. [10].

Pembuatan benih artifisial setidaknya memerlukan dua komponen, yaitu bahan tanamam dan agen enkapsulasi. Secara rinci adalah sebagai berikut.

a). Seleksi bahan tanaman
Beberapa jenis bahan tanaman yang digunakan dapat digunakan antara lain tunas aksiler, tunas pucuk, massa sel dan embrio somatik. Bahan tanaman yang digunakan pada umumnya ditumbuhkan secara aseptis terlebih dahulu. Bahan tanaman yang paling sering digunakan yaitu tunas karena lebih mudah dalam proses perkecambahannya dan dapat langsung digunakan di dalam maupun di luar laboratorium. Adapun embrio somatik umumnya digunakan untuk penyimpanan plasma nutfah dalam jangka waktu yang panjang. Benih artifisial yang menggunakan embrio somatik pada umumnya perlu diregenerasikan terlebih dahulu di laboratorium sebelum diaplikasikan ke lapang.

b). Agen Enkapsulasi
Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan benih artifisial yaitu bahan untuk membungkus bahan tanaman yang telah disiapkan. Bahan yang paling banyak digunakan yaitu alginate. Alginat merupakan biopolimer alami dari rumput laut coklat. Bahan ini murah dan mudah diaplikasikan untuk pembuatan benih artifisial, mudah dalam menyelimuti bahan tanaman namun tidak terlalu kaku sehingga masih memungkinkan bahan tanam untuk menyerap nutrisi yang terkandung [11].

Secara skematik tahap pembuatan benih artifisial digambarkan oleh Faisal et al [10] sebagai berikut :

  1. Bahan tanaman direndam dalam larutan sodium alginat 3%;
  2. Campuran bahan tanaman dan sodium alginat kemudian dimasukkan ke dalam larutan kalsium klorida 100 mM dan didiamkan selama 30 – 40 menit;
  3. Setelah alginat menyelimuti bahan tanamam yang digunakan, kemudian dicuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali;
  4. Benih artifisial kemudian diletakkan secara aseptis di dalam laminar air flow untuk dikeringanginkan;
  5. Setelah kering, benih artifisial telah siap untuk disimpan pada suhu tertentu sesuai dengan tujuannya.
Gambar 1. Skematik produksi benih artifisial (a) tahapan produksi; (b) produksi benih artifisial dari bahan tanam tunas Tylophora indica [10]

Penelitian terbaru dari Hatzilazarou et al [11] melaporkan bahwa benih Gardenia jasminoides Ellis yang disimpan dalam jangka waktu tertentu dengan metode enkapsulasi masih memiliki informasi yang identik dengan induknya. Oleh karena itu teknologi enkapsulasi ini relatif aman digunakan untuk menyimpan plasma nutfah tanaman penting lainnya. Selain itu teknologi ini dapat menjadi salah satu sarana dalam mendukung produksi dan produktifitas tanaman yang berkelanjutan. Dengan teknik ini generasi muda di masa yang akan datang masih dapat merasakan manfaat akan biodiversitas yang ada saat ini. Namun, masih dibutuhkan banyak penelitian untuk mendapatkan metode yang lebih efisien. Terutama dalam hal otomatisasi apabila teknologi ini akan masuk pada tahapan komersialisasi.

Referensi

[1]      Ng , E. S. W., L. Schweitzer, and S. T. Lyons. (2010). New generation, great expectations: A field study of the millennial generation. J. Bus. Psychol., 25(2): 281–292.
[2]      Gerland, P., A.E. Raftery, H, Ševcíková., N, Li, D, Gu., T, Spoorenberg., L., Alkema, B.K. Fosdick., J, Chunn., N, Lalic., G, Bay., T.Buettner., G.K. Heilig. (2014). World Population Stabilization Unlikely This Century. Sci. 346(6206) 234–237. 346.
[3]      Muluneh, M. (2021). Impact of climate change on biodiversity and food security : a global perspective — a review article. Agric. Food Secur. 1–25.
[4]      FAO. (2020). How the world’s food security depends on biodiversity. Food Agric. Organ. United Nations Comm. Genet. Resour. Food Agric., p. www.fao.org/cgrfa: 1-20.
[5]      Rihan, H. Z., F. Kareem, M. E. El-Mahrouk, and M. P. Fuller (2017). Artificial seeds (Principle, aspects and applications).  Agronomy, 7(4): 10–14.
[6]      Gantait, S., S. Kundu, N. Ali, and N. C. Sahu. (2015). Synthetic seed production of medicinal plants: a review on influence of explants, encapsulation agent and matrix. Acta Physiol. Plant. 37 (5): 1 – 12.
[7]      Sumaryono and R.T, Saptari. (2015). Pengaruh matriks kapsul terhadap perkecambahan benih sintetik teh (Camelia sinensis L.). Menara Perkeb. 83(2): 54–59.
[8]      Reddy, M.C.,  K.S.R, Murthy., T. Pullaiah. (2012). Synthetic seeds: A review in agriculture and forestry. African J. Biotechnol.. 11(78):14254–14275.
[9]      Abdel-Rahman,P. S.S.A. (2019). In vitro Conversion of Alginate-encapsulated Nodal Segments of Rosa hybrida L. `Kardinal´ Into Complete Plantlets,” Assiut J. Agric. Sci.50(1): 28–40.
[10]    M. Faisal and A. A. Alatar.(2019). Synthetic seeds germplasm regeneration, preservation and prospects: Synth. Seeds Germplasm Regen. Preserv. Prospect. 1–482.
[11]     Hatzilazarou, S., S. Kostas, T. Nendou, and A. Economou. (2021). Conservation, regeneration and genetic stability of regenerants.