Teknologi gene drive adalah suatu teknologi yang dikembangkan untuk melakukan rekayasa keseluruhan spesies dalam suatu populasi. Prinsip dasar dari teknologi ini adalah implementasi suatu elemen genetis yang dapat diwariskan melalui proses reproduksi seksual dari indukan kepada anakannya. Pewarisan elemen genetis ini memiliki probabilitas di atas 50% sehingga digolongkan ke dalam pewarisan super-Mendelian. Aktualisasi gene drive saat ini dipermudah dengan adanya teknologi DNA editing menggunakan CRISPR/Cas9. Penggunaan teknologi CRISPR/Cas9 menjamin pewarisan suatu elemen genetis (alel) dari indukan kepada anakannya dengan cara yang dapat dianalogikan sebagai proses copy and paste (penyalinan dan penerapan). Mekanisme ini memungkinkan pewarisan alel tersebut dari individu yang bahkan hanya memiliki satu salinan alel saja. Hal ini juga memungkinkan adanya penyebaran alel tersebut dari beberapa individu yang direkayasa sebelumnya ke dalam keseluruhan struktur populasi yang ada. Teknologi gene drive secara teori sangat menguntungkan untuk diterapkan di dalam riset perkebunan seperti dalam rekayasa ketahanan terhadap suatu penyakit dalam populasi tanaman perkebunan, mengatasi gulma, serta hama penyebab penyakit. Dalam skala lab, teknologi gene drive sudah diterapkan pada nyamuk vektor penyebab malaria. Teknologi ini sangat menarik untuk diterapkan pada riset di bidang perkebunan tetapi ada hal yang perlu menjadi perhatian seperti pertimbangan dampak ekologis yang mungkin timbul akibat rekayasa ini. Hal ini penting sebab dampak ekologis ini sangat sulit diprediksi dan diukur. Oleh karena itu, penggunaan teknologi ini wajib diiringi dengan tanggung jawab dan transparansi yang baik.
Konsep gene drive memang bukanlah hal yang baru. Gagasan untuk mengatur populasi organisme penyebab penyakit melalui konsep gene drive sudah ada sejak tahun 1940-an. Dokumentasi mengenai fenomena gene drive ini di populasi alami juga didokumentasikan dengan baik dalam jurnal-jurnal ilmiah. Pada tahun 2003, Profesor Austin Burt di Imperial College London memaparkan kembali konsep gene drive ini melalui penggunaan enzim nuklease yang dapat mengenali, memotong dan menyisipkan secara spesifik sebuah elemen genetis yang bersifat selfish ke dalam kromosom organisme target [1]. Selanjutnya, apabila elemen genetis ini dapat menyalin dirinya sendiri dan menyisipkannya ke tempat lain maka suatu populasi akan dapat direkayasa dalam waktu yang lebih singkat dan dalam jumlah generasi yang lebih sedikit (kurang dari dua puluh generasi).
Teknologi gene drive saat ini semakin mudah untuk diaktualisasikan melalui implementasi teknologi CRISPR/Cas9 yang digunakan untuk menyisipkan elemen genetis (alel) [2]. Aplikasi teknologi CRISPR/Cas9 ini mewujudkan apa yang sebelumnya telah diuraikan oleh Profesor Austin Burt sebagai homing nuclease yang dapat mengenali, memotong, dan menyisipkan sekuen DNA pada tempat yang telah direncanakan. Secara mudah, suatu elemen genetis (alel) tersebut dapat diwujudkan dalam fragmen DNA yang berturut-turut mengkode enzim Cas9, guide RNA, dan sekuen kargo yang dapat direkayasa sesuai yang diinginkan. Sekuen alel ini kemudian direkayasa lebih lanjut dengan menambahkan dua sekuen tambahan yang berhomologi dengan sekuen DNA yang mengapit posisi target. Selanjutnya, ekspresi Cas9 akan melakukan pemotongan pada posisi target di kromosom sesuai dengan guide RNA yang digunakan. Pemotongan pada situs yang ditargetkan akan menimbulkan double strand break (DSB) yang akan diperbaiki oleh sistem internal sel. Adanya dua sekuen tambahan yang mengapit sekuen pada posisi target menyebabkan elemen genetis yang sudah dirancang dapat menyalin dirinya sendiri melalui proses homology-directed recombination (HDR). Hal ini menyebabkan elemen genetis (alel) yang telah dirancang dapat menyisip pada setiap kromosom pada posisi-posisi yang homolog termasuk ke dalam pasangan kromosom yang bersesuaian secara alelik. Pada akhirnya, mekanisme ini menjamin pewarisan alel yang telah dirancang dari individu yang telah direkayasa sebelumnya di dalam laboratorium. Hal ini memungkinkan rekayasa populasi secara keseluruhan melalui pelepasan beberapa individu terekayasa dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Teknologi gene drive untuk rekayasa populasi (ilustrasi diadaptasi dari Esvelt et al. [2]). a. DNA editing menggunakan CRISPR/Cas9 untuk mengintroduksikan elemen genetis (drive) ke dalam kromosom melalui homology-directed recombination (HDR). Daerah yang ditandai dengan warna biru (flank) merupakan sekuen yang berhomologi dengan sekuen target. Dalam dua kali proses editing menggunakan CRISPR/Cas9 keseluruhan alel-alel dalam kromosom suatu individu akan berubah menjadi mutan. b. Pewarisan Mendelian (normal) yang masih memungkinkan adanya segregasi alel-alel mutan. c. Pewarisan super-Mendelian tipikal dari gene drive yang menyebabkan setiap alel mutan akan diwariskan kepada keturunannya. Hal ini meningkatkan frekuensi pewarisan alel mutan pada populasi alami dalam waktu yang relatif lebih singkat melalui pelepasan individu-individu mutan dalam jumlah sedikit yang mewakili keseluruhan populasi.
Penggunaan teknologi gene drive pada riset di bidang perkebunan sangat menarik untuk dilakukan. Melalui implementasi teknologi ini, kita akan mampu merekayasa populasi tanaman dalam suatu perkebunan untuk tahan terhadap suatu penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan merancang alel yang berkontribusi dalam resistensi terhadap suatu penyakit. Selain itu, kita juga dapat memberantas gulma tanaman melalui pengembalian sensitivitas terhadap herbisida yang sering digunakan atau menghambat pertumbuhan gulma tersebut melalui rekayasa alel yang bersifat letal. Selanjutnya, kita juga dapat mengatasi hama penyakit melalui rekayasa genetis menggunakan alel yang menyebabkan penurunan fekunditas maupun fertilitas.
Terdapat beberapa kelemahan pada teknologi gene drive. Pertama, teknologi ini hanya bekerja pada organisme yang bereproduksi secara seksual sehingga tidak akan bekerja pada organisme yang umumnya bereproduksi secara aseksual seperti bakteri dan virus. Adanya gene drive memberikan tekanan evolusi yang besar sebagai suatu cara mengarahkan seleksi kepada sifat yang diinginkan. Oleh karena itu, adanya gene drive akan memicu peningkatan kemungkinan suatu organisme yang memiliki kemampuan bereproduksi secara seksual dan aseksual untuk lebih dominan bereproduksi secara aseksual dalam rangka menghindari tekanan evolusi tersebut.
Kedua, teknologi yang bergantung pada CRISPR/Cas9 ini memiliki tingkat spesifisitas yang perlu dipelajari secara mendalam untuk menghindari adanya kesalahan dalam penyuntingan gen, mengingat teknologi CRISPR/Cas9 masih memerlukan upgrade. Namun, peningkatan spesifisitas CRISPR/Cas9 yang terus dilakukan akan dapat mengatasi permasalahan ini di masa mendatang. Selain itu, gene drive yang dipadu dengan CRISPR/Cas9 memungkinkan adanya reversibility (pembalikan) untuk koreksi terhadap rekayasa yang telah dilakukan sebelumnya.
Ketiga, alel gene drive yang sudah mencapai titik fiksasi dalam populasi dapat digantikan dengan alel yang memiliki tingkat kesintasan lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi misal pada alel gene drive yang mengintroduksikan letalitas. Populasi biologis merupakan suatu sistem yang dinamis secara evolusioner. Selain itu, setiap organisme pasti akan mencari cara untuk dapat lolos dari seleksi yang diterapkan. Hal ini menyebabkan alel gene drive yang menyebabkan letalitas tersebut terseleksi secara alamiah oleh alel lain yang menurunkan tingkat letalitasnya oleh individu yang lolos dari seleksi artifisial tersebut yang akhirnya mampu bereproduksi. Oleh karena itu, penerapan kembali gene drive dengan target alel yang lain dapat dilakukan di masa mendatang untuk mengatasi kelemahan ini.
Ada hal yang sangat perlu diperhatikan dalam penerapan teknologi gene drive ini di lapangan. Hingga saat ini tidak ada yang dapat memprediksi dampak yang diakibatkan oleh rekayasa populasi. Selain itu, dampak tersebut juga sulit untuk diperkirakan kapan akan terjadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem transparansi yang baik melalui dialog terbuka serta tindak ilmiah yang bertanggung jawab pada implementasi teknologi ini di lapangan.
Referensi
- Burt A. (2003) Site-specific selfish genes as tools for the control and genetic engineering of natural populations. Proc Biol Sci. 270(1518): 921-928. doi: 10.1098/rspb.2002.2319
- Esvelt KM, Smidler AL, Catteruccia F, Church GM. (2014) Concerning RNA-guided gene drives for the alteration of wild populations. eLife 3: e03401. doi: 10.7554/eLife.03401