PPKS Unit Bogor

Realokasi Assimilat Untuk Meningkatkan Produktivitas Buah Tanaman Coklat

Abstrak | Mequat klorida (CCC) menghambat biosintesis GA dan menekan pertunasan tanaman coklat. Berkurangnya pertumbuhan vegetatif ini menyebabkan keseimbangan assimilat bergeser kearah pertumbuhan generatif yang berakibat pada induksi pembungaan, pembuahan dan penurunan tingkat layu pentil tanaman coklat. Proses realokasi assimilat yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman coklat ini, memberikan inspirasi untuk menerapkannya pada tanaman kelapa sawit yang memiliki peranan ekonomi yang lebih besar.

Meskipun di tingkat dunia berada di urutan ketiga sebagai penghasil biji tanaman coklat atau kakao (Theobroma cacao L.), Indonesia memiliki produktivitas kebun kakao yang terbilang rendah. Produktivitas rata-rata kebun kakao Indonesia hanya 800 kg/ha [1]. Angka produktivitas ini sama dengan 40% dari potensinya [2] atau menurut Duke (1998) kurang dari 25% terhadap potensinya, 3,4 ton/ha per tahun [3].

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kakao ini adalah gangguan layu pentil (cherrelle wilt) yang menyerang buah kakao muda (pentil). Tingkat gangguan fisiologis tanaman ini bervariasi antar klon. Pada klon-klon kakao yang rentan, hanya sekitar 10% dari seluruh buah muda yang mampu tumbuh dan berkembang lebih lanjut sedangkan 90% sisanya mengalami kelayuan. Tingkat gangguan akan semakin tinggi apabila pada saat bersamaan selain banyak berbuah muda, juga terjadi pertunasan baru (flushing).

Penyebab gangguan layu pentil adalah karena terjadi kompetisi untuk memperebutkan assimilat antara pertunasan baru dengan buah muda pada tanaman kakao yang sedang aktif tumbuh. Perlakuan hormon IAA, 2,4-D dan ethrel belum mampu mengatasi gangguan layu pentil tanaman kakao. Cara manual yang hingga sekarang diterapkan untuk mengatasi layu pentil adalah dengan pruning, memangkas pertunasan baru tersebut. Pemangkasan ini dapat menggeser keseimbangan aliran assimilat kearah pertumbuhan buah [4]. Dengan perkataan lain, telah terjadi realokasi assimilat lebih banyak kearah buah (sink tissue) daripada untuk pertumbuhan tunas baru. Cara ini terbukti mampu mengurangi tingkat layu pentil kakao, namun secara praktis memerlukan tenaga kebun yang lebih banyak. Pendekatan alternatif yang mungkin lebih praktis adalah menggunakan zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT) golongan plant growth retardant (PGR) seperti CCC atau Mequat klorida [3].

CCC yang disemprotkan pada daun tanaman kakao dapat mengatasi layu penting secara signifikan. Dalam proses ini mekanisme kerjanya adalah, molekul CCC menghambat biosintesis GA tanaman pada tahap ent-Kaurene. Turunnya kandungan GA pada jaringan tanaman kakao khususnya bantalan bunga menekan pertumbuhan vegetatif, tunas baru. Dengan demikian kebutuhan assimilat untuk pertumbuhan vegetatif tersebut semakin berkurang. Akibatnya, tersedia lebih banyak assimilat (sukrosa) untuk mendukung pertumbuhan buah muda. Hal ini didukung oleh data empiris bahwa dalam jaringan bantalan bunga tanaman kakao yang disemprot larutan CCC, memiliki kandungan GA yang lebih kecil dan kandungan sukrosa yang lebih banyak daripada tanaman kontrol yang hanya disemprot air.

Gambar respon fisiologis bantalan bunga kakao oleh penyemprotan PGR pada daun (kiri) dan penyempro-tan air (kanan)

Selain itu, penyemprotan CCC tanaman kakao di luar musim bunga juga menunjukkan respon biokimia yang sama, menurunkan kandungan GA dan meningkat-kan kandungan sukrosa bantalan bunga. Adapun respon fisiologis yang terjadi adalah induksi pem-bungaan: bunga kakao terbentuk lebih awal dan jumlahnya jauh lebih banyak daripada tanaman kakao yang hanya disemprot air [3]. Perlakuaan dan pengamatan lanjutan pada tanaman tersebut juga menunjukkan adanya penu-runan tingkat layu pentil yang signifikan.

Fenomena realokasi assimilat tanaman coklat oleh perlakuan CCC ini, dapat menginspirasi upaya peningkatan produktivitas tanaman tahunan penting lainnya, seperti kelapa sawit. Aplikasi CCC pada tanaman monokotil semusim, gandum (Triticum durum L.), memberikan respon fisiologis yang mirip, tanaman gandum menjadi lebih pendek dan memiliki kemampuan fotosintesis (kandungan klorofil) yang lebih baik [5]. Apabila perlakuan PGR ini juga memberikan respon molekuler dan fisiologis yang mirip untuk tanaman kelapa sawit, maka dapat dibayangkan bahwa teknologi ini akan memberikan dampak ekonomi nasional yang jauh lebih besar lagi. Aplikasi secara rutin bersamaan dengan pemupukan, formula Mequat klorida akan menekan pertumbuhan meninggi batang tanaman kelapa sawit. Sementara itu kelebihan assimilat yang terjadi, akan direalokasikan untuk mendukung pertumbuhan reproduktifnya. Dan yang mungkin terjadi akhirnya adalah pertumbuhan meninggi tanaman kelapa sawit tersebut menjadi lebih lambat tetapi produktivitas TBSnya meningkat.

Kita lihat, apakah akan ada yang berminat membuktikan hipotesa di atas?

Referensi:

[1] www.FAO.org. 2010. Produktivitas dan Share serta Ekspor komoditas utama perkebunan Indonesia.

[2] Damanik S., Herman (2010) Prospek dan Strategi Pengembangan Perkebunan Kakao Berkelanjutan di Sumatera Barat. Perspektif 9: 94-105

[3] Santoso D, Samanhudi, Purwanto R (2013) Chlorocholine chloride induces cacao reproductive development leading to improved fruitlets productivity of cacao trees in the field. Journal of Agricultural Science and Technology B 3: 517-524.

[4] Prawoto A (2008) Botani dan Fisiologi. In Wahyudi et al. (eds) Panduan lengkap kakao: Manajemen agribisnis dari hulu hingga hilir, Penebar Swadaya, Jakarta, hlm 38-62.

[5] Anosheh HP, Emam Y, Ashraf M, Foolad MR (2012) Exogenous Application of Salicylic Acid and Chlormequat Chloride Alleviates Negative Effects of Drought Stress in Wheat. Advanced Studies in Biology 4: 501-520.

unduh file pdf