Menurut Kementerian Pertanian tahun 2017, Indonesia merupakan negara dengan luas lahan perkebunan sawit terbesar di dunia, yaitu sekitar 14,15 juta Ha, disusul Malaysia (4,62 juta Ha) dan Thailand (720 Ha). Integrasi perkebunan sawit dan peternakan sapi telah digagas dari beberapa tahun yang lalu (4; 1; 15), Namun hingga kini program tersebut baru difungsikan sekitar 0,9%, padahal potensnya sangat besar khususnya dalam pemanfaatan produk samping perkebunan menjadi pakan.
Dalam produksi minyak sawit diperoleh produk samping dengan jumlah yang melimpah seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS), Palm Oil Mill Effluent (POME), bungkil sawit, dan pelepah sawit TM [8]. Studi pemanfaatan sumber biomassa tersebut telah banyak dilakukan seperti: pemanfaatan TKKS sebagai sumber material bioplastik [7], biopulping [17], bioethanol [14] dan lain-lain. Bungkil sawit banyak dipelajari sebagai pakan unggas dan merupakan komoditas ekspor dalam bentuk raw material [16; 10], sementara studi pemanfaatan palm acid oil (PAO) dari POME sebagai bahan pakan ruminansia mulai banyak dilakukan [5; 6]. Namun, hingga kini berbagai jenis biomassa tersebut belum banyak dimanfaatkan secara optimal, sementara potensinya sebagai ransum sapi sangat luar biasa, yang mana bersifat sustainable, massal serta dapat mengatasi isu lingkungan yang ditimbulkan akibat akumulasinya yang melimpah.
Produk samping lignoselulosa, khususnya dari TKKS, mayoritas tersusun atas selulosa (31-43%), hemiselulosa (23-35%), dan lignin (11-23%) [9; 14]. Kadar lignin yang tinggi menyebabkan TKKS sukar didegradasi baik secara alami maupun enzimatis [13]. Menurut Li et al. [11], lignin yang bersifat hidrofobik dapat mengganggu proses hidrolisis dengan menghalangi selulase untuk mencapai selulosa, berikatan dengan enzim, dan berperan sebagai inhibitor. Selain itu, kadar neutral detergent fiber (NDF) dan lignin yang tinggi serta protein yang rendah (± 3%) menyebabkan biomassa tersebut memiliki nilai palatabilitas dan kecernaan yang rendah. Kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) yang tinggi secara teoritis dapat diuraikan menjadi gula sederhana sebagai sumber energi bagi hewan ternak. Sementara itu, bungkil sawit dan solid POME masih mengandung bahan-bahan pengotor seperti cangkang sawit, sehingga perlu dilakukan penyaringan dan penyesuaian kadar air agar tidak menggangu proses pencernaan hewan ternak. Namun demikian, bungkil sawit dan solid POME memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 13,8% dan 6,7% secara berturut-turut, sehingga sangat potensial untuk penggemukan sapi (Siswanto et al., unpublished).
Untuk dapat memanfaatkan kandungan selulosa, hemiselulosa, dan protein dalam biomassa lignoselulosa secara optimal, setidaknya diperlukan dua tahapan yaitu pretreatment untuk melepaskan ikatan lignin dari holoselulosa (delignifikasi), kemudian degradasi holoselulosa menjadi gula sederhana melalui reaksi enzimatis atau fermentasi menggunakan jamur pelapuk putih (JPP) [3]. JPP termasuk kelompok Basidiomycetes yang mampu mendegradasi lignin, oleh karena aktivitas enzim-enzim ligninolitik ekstraseluler seperti lignin peroksidase (Li-P), mangan peroksidase (Mn-P) dan lakase [18]. Pretreatment dengan JPP dinilai merupakan metode yang paling aman dan ekonomis dibandingkan secara kimiawi dan enzimatis, pasalnya dapat meminimalisir polusi lingkungan, meningkatkan efisiensi energi, dan semua produk hasil fermentasi dapat digunakan sebagai bahan pakan (bersifat zero waste). Namun demikian, kombinasi pretreatment secara fisik, kimia, dan biologis terbukti menghasilkan pretreated biomassa lignoselulosa yang lebih baik, yang mana ditunjukkan oleh peningkatan nilai nutrisi TKKS sebagai bahan pakan ternak. Acid dan neutral detergent fiber (ADF & NDF), selulosa, lignin, kecernaan bahan kering dan organik (KcBK & KcBO) meningkat, sementara CH4 secara signifikan mengalami penurunan dibanding kontrol [8; 2].

Selulosa dan hemiselulosa yang tersedia setelah pretreatment dapat dimanfaatkan oleh JPP untuk tumbuh dan kemudian memperkaya kandungan nutrisi pakan dengan menyumbang protein sel tunggal (PST). PST merupakan produk biomassa kering dari mikroorganisme seperti jamur, bakteri, dan alga berkadar protein tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan pakan [12]. PPBBI telah lama mempelajari dan mengembangkan jamur pelapuk putih untuk berbagai keperluan seperti produksi enzim ligninolitik [19], delignifikasi TKKS [7], hingga fermentasi pakan ruminansia (Siswanto et al., unpublished). Beberapa isolat unggulan diantaranya adalah Omphalina sp., Pleurotus sp., dan Polyotha sp. Isolat tersebut terbukti mampu menggunakan substrat utama produk samping perkebunan dengan kandungan lignin tinggi seperti TKKS, solid POME, dan bungkil sawit. Selain itu, biakan JPP unggul yang telah dikoleksi memiliki beberapa kelebihan seperti dapat tumbuh pada pH dengan rentang 3-8, sehingga fermentasi dapat dilakukan pada pH dibawah 5 untuk mencegah kontaminasi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, fermentasi dengan isolat tersebut mampu meningkatkan nutrisi pakan hijauan maupun konsentrat. Fermentasi TKKS, solid POME, dan bungkil inti sawit dengan JPP tersebut mampu menghasilkan kadar protein hingga lebih dari 13% (SNI). Selain itu, uji coba formula pakan dengan memanfaatkan sumber biomassa tersebut secara signifikan dapat meningkatkan bobot sapi dibandingkan kontrol dengan nilai B/C ratio hingga 3,54 (Siswanto et al., unpublished). Dengan demikian, optimalisasi pemanfaatan biomassa lignoselulosa perkebunan sawit sebagai bahan pakan ruminansia sangat mungkin untuk dilakukan baik dengan pretreatment secara fisik, kimiawi, biologis maupun kombinasinya.
Referensi
- Bamualim A, Thalib A, Anggraeni YM, & Maryono, (2008). Teknologi peternakan sapi potong berwawasan lingkungan. Wartazoa. 18(3): 149-156.
- Dewi SP, Ridla M, Laconi EB, & Jayanegara A, (2018). Increasing the quality of agricultural and plantation residues using combination of fiber cracking technology and urea for ruminant feeds. Tropical Animal Science Journal, 41(2): 137-146.
- Hidayatullah IM, Husna MDA, Radiyan H, Kresnowati MTAP, Suhardi SH, Setiadai T, & Boopathy R, (2021). Combining biodelignification and hydrothermal pretreatment of palm oil empty fruit bunches (OPEFB) for monomeric sugar production. Bioresource Technology Reports, 15 (2021) 100808.
- , (2003). Integrasi tanaman ternak di lahan pasang surut: potensi, kendala, dan alternatif pemecahannya. Wartazoa: Bul Ilmu Peternak Indonesia, 13(2): 74-82.
- Ishak FA, Jamil MA, Razak ASA, Ridwan AFA, & Hamid MRA. (2021). Study of Palm Acid Oil (PAO) from Sludge Palm Oil Mill Effluent (POME) as Goat’s Feed. Materials today: Proceedings, 41, 96-101.
- Ishak FA, Jamil MA, Razak ASA, Zamani NHA, & Hamid MRA. (2019). Development of Animal Feed from Waste to Wealth using Napier Grass and Palm Acid Oil (PAO) from Palm Oil Mill Effluent (POME). Materials today: Proceedings, 19, 1618-1627.
- Isroi (2017). Characteristic of oil palm empty fruit bunch ptreated with Pleurotus floridanus. Menara Perkebunan, 85(2): 67-76.
- Jayanegara A, Ardhisty NF, Dewi SP, Antonius, Ridwan R, Laconi EB, Nahrowi, & Ridla M, (2018). Enhancing nutritional quality of oil palm empty fruit bunch for animal feed by using fiber cracking technology. Advances in Animal and Veterinary Sciences, 7(3): 157-163.
- Kamcharoen A, Champreda V, Eurwilaichitr L, & Boonsawang P, (2014). Screening and optimization of parameters affecting fungal pretreatment of oil palm empty fruit bunch (EFB) by experimental design. Int. J. Energy Environ. Eng., 5, 303–312.
- (2022). Meroket, ekspor PKE asal Kaltim ke Mancanegara. Diakses pada https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4332. tanggal 25 Januari 2022.
- & Ragauskas AJ, (2016). Current understanding of the correlation of lignin structure with biomass recalcitrance. Front. Chem. 4 (45).
- Maryana L, Anam S, Nugrahani AW. (2016). Produksi protein sel tunggal dari kultur Rhizopus oryzae dengan medium limbah cair tahu. GALENIKA Journal of Pharmacy, 2(2): 132-137.
- Meilany D, Kresnowati MTAP, Setiadi T, Boopathy R, (2020). Optimization of xylose recovery in oil palm empty fruit bunches for xylitol production. Appl. Sci., 10, 1391.
- Mulyaningtyas A, & Sediawan WB, (2019). Effect of combined pretreatment of lignocellulose and the kinetics of its subsequent bioconversion by Aspergillus niger. Biocatalysis and Agricultural Biotechnology, 21 (2019) 101292.