Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia, sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, disebut turut andil dalam peningkatan emisi gas rumah kaca. Salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca tertinggi adalah limbah cair kelapa sawit atau POME yang sebagian besar diolah secara konvensional yang hasil fermentasinya mmenghasilkan emisi gas rumah kaca. metode Solid-Liquid Separation dapat menjadi alternatif pengolahan POME yang mampu menurunkan emisi gas rumah kaca, secara lebih ekonomis. Metode ini dilakukan dengan kombinasi teknologi flokulasi dan pemisahan secara fisik menggunakan oil skimmer. Kitosan berpotensi digunakan sebagai koagulan pada metode ini dengan keunggulan tidak beracun dan aman bagi kesehatan manusia maupun lingkungan, karena berassal dari bahan alam.
Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, hal ini yang menjadikan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas perkebunan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia [1]. Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia yang semakin pesat tentu ikut andil dalam peningkatan emisi gas rumah kaca akibat bertambahnya volume limbah cair kelapa sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent). Indikasi peningkatan emisi ini menarik perhatian kancah internasional sehingga muncul kampanye hitam Uni Eropa terhadap minyak sawit mentah (Crude Palm Oil), yang beranggapan bahwa emisi kelapa sawit di Indonesia mencapai 90 ton CO2eq/Ha/Tahun [2]. Namun, menurut penelitian sebelumnya emisi industri kelapa sawit hanya mencapai 20-25 ton CO2eq/Ha/Tahun [3]. Sebagai upaya menepis kampanye hitam tersebut, Indonesia mengeluarkan Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 di tahun 2021 yang menjadi latar belakang berjalannya program dekarbonisasi PTPN III yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 30% pada tahun 2030 menuju emisi karbon 0% pada tahun 2050[3].
Sektor industri minyak kelapa sawit yang berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca terbesar adalah tahap milling & refinery khususnya akibat proses fermentasi POME disusul dengan plantation khususnya akibat pemakaian pupuk seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Potensi emisi gas rumah kaca pada industri minyak kelapa sawit
No | Tahap | Faktor Emisi GRK | Emisi per ton CPO (kg CO2e/ton CPO) [4] | RSPO Palm GHG calculator (kg CO2e/ton CPO) [5] |
1. | Plantation | Pemakaian pupuk | 470 | 260 |
Bahan bakar transport | 125 | 10 | ||
2. | Milling & Refinery | Bahan bakar operasional pabrik dan pengolahan produk sekunder | 0 | 1 |
POME | 1467 | 650 |
POME saat ini sebagian besar diolah dengan system konvensional berupa system kolam terbuka dan memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sehingga terdegradasi dalam kolam secara anaerobik yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Beberapa alternatif pengolahan limbah kelapa sawit menurut analisis BMP (Best Management Practice) [6] dalam upaya sistem mitigasi gas rumah kaca yang popular saat ini yaitu dengan metode Methane Capture atau biogas yang dapat menangkap gas metan yang dilepaskan oleh proses fermentasi sehingga dapat digunakan kembali.Namun, metode Methane Capture membutuhkan biaya investasi dan teknologi yang tinggi. Oleh karena itu, metode Solid-Liquid Separation dapat menjadi alternatif yang lebih ekonomis dengan potensi penurunan emisi gas rumah kaca yang tidak kalah tinggi. Menurut POME Tech Catalog [7] Penurunan gas rumah kaca menggunakan metode Solid-Liquid Separation dapat menurunkan gas rumah kaca sebesar 6500 ton CO2 eq/tahun, 1000 ton sumber protein/tahun dan 9000 ton solid POME untuk aplikasi lahan dengan nilai investasi yang rendah. Pemisahan solid-liquid dapat dilakukan menggunakan kombinasi teknologi flokulasi dan teknologi pemisahan secara fisik menggunakan oil skimmer. Oil skimmer merupakan teknologi yang sudah umum digunakan di pabrik kelapa sawit untuk mengambil kembali minyak sawit yang tersisa di fatpit seperti pada Gambar 1, namun oil recovery rate tidak konsisten. Kebutuhan oil skimmer dengan recovery rate tinggi merupakan salah satu upaya untuk menurunkan ALB (Asam Lemak Bebas) di Fatpit, de-oiling pond dan cooling pond untuk menghindari pembentukan scum akibat tidak sempurnanya proses methanogenesis yang dapat menghambat produksi gas metan[8].

Riset sebelumnya mengenai teknologi oil skimmer menunjukkan bahwa pada skala laboratorium, Oil skimmer ABANAKI G5382745 telah digunakan untuk mengamati oil recovery rate dan oil recovery efficiency pada jenis minyak yang berbeda menggunakan material belt yang berbeda. Riset tersebut membuktikan bahwa minyak mentah dapat melekat pada belt dengan material karet sintetis pada kecepatan 2 RPM pada suhu 45°C dengan oil recovery rate sebesar 3.8 L/jam [9]. Perbandingan oil recovery rate dari 3 jenis karet (Synthetic rubber, Polyvinyl Chloride dan Polypropylene) tampak seperti grafik pada Gambar 2a sedangkan oil recovery efficiency penggunaan karet sintetis pada 3 jenis minyak (Lubricating oil, used lubricating oil dan crude oil) tampak seperti pada Gambar 2b. Teknologi ini dapat berfungsi lebih optimal apabila dikombinasikan dengan flokulan yang dapat menghasilkan efek flotasi pada padatan tersuspensi yang ada dalam POME sehingga mudah untuk diambil.


Gambar 2a. Oil recovery rate 3 jenis karet pada minyak [9] | Gambar 2b. Oil recovery efficiency karet sintetis pada 3 jenis minyak [9] |
Beberapa riset mengenai biokoagulan telah banyak dikembangkan (Tabel 2). Formula biokoagulan yang dapat menjernihkan sekaligus memisahkan fase padat dan fase cair POME serta menghasilkan efek flotasi dan masih tahap pengembangan diantaranya yaitu menggunakan koagulan kitosan dan flokulan CaO seperti tampak pada Gambar 2. CaO atau kapur tohor memiliki bentuk padat berwarna putih dan bersifat alkali. Kapur ini akan bereaksi hebat dengan berbagai asam dan bereaksi dengan logam yang terikat air. Karena kekuatan sifat basanya, kapur banyak digunakan sebagai flokulan dalam pengolahan limbah dan pengolahan tanah asam [10]. Kitosan adalah polisakarida amino yang diperoleh dari proses deasetilasi kitin, yang juga merupakan polimer alami paling umum. Sumber utama kitosan adalah organisme yang hidup di laut seperti udang, kepiting, dan cangkang lobster. Keunggulan utama kitosan adalah tidak beracun, tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, polimer kationik linier dengan berat molekul tinggi dan kemampuan terurai secara hayati [11]. Berdasarkan riset yang sudah dilakukan, dalam kondisi pH tertentu dapat menghasilkan efek saponifikasi sehingga menghasilkan flotasi pada bahan organik atau mikroalga [12]. Efek flotasi ini akan memudahkan oil skimmer untuk mengumpulkan scum yang terbentuk di permukaan kolam limbah POME.
Tabel 2. Biokoagulan dan flokulan yang diujikan pada POME untuk menghasilkan efek flotasi
Coagulant | Flocculant | Removal efficiency (%) | Reference | ||
TSS | TUR | COD | |||
Chitosan | Magnetite | 98.8 | 97.6 | 62.5 | [13] |
Fenugreek | Banana peel | 73.9 | – | 74.9 | [14] |
Peanut | Okra | 92.5 | 86.6 | 34.8 | [15] |
Wheat germ | Okra | 86.6 | 87.5 | 43.6 | [15] |
Chitosan | PVA | – | – | 97,24 | [16] |
Chitosan | CaO | 86.7 | – | – | Pengujian Laboratorium |
