PPKS Unit Bogor

Kitosan sebagai koagulan dan flokulan pada proses pre-treatment limbah cair kelapa sawit

Seperti dua sisi mata uang yang saling berhubungan, dampak postif dari industri kelapa sawit juga diikuti oleh bertambahnya limbah cair, padat, dan gas baik dari kegiatan kebun maupun pabrik. Koagulasi dan flokulasi adalah satu proses pre-treatment yang dapat dilakukan dalam pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Penggunaan koagulan dan flokulan kimia sering berdampak negatif pada lingkungan. Kitosan,bahan polimer yang mengandung gugus amino bebas dalam rantai karbondan bermuatan positif hadir sebagai alternatif koagulan dan flokulan yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan kimia pada proses koagulasi/flokulasi LCPKS.

Industri sawit nasional merupakan andalan dan motor penggerak perekonomian nasional. Dengan meningkatnya jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) Indonesia, volume ekspor minyak mentah kelapa sawit juga semakin meningkat. Hal tersebut jelas akan memberikan keuntungan yang sangat berarti, yaitu menambah devisa negara. Bahkan, saat ini CPO telah menjadi primadona dalam komoditi ekspor negara Indonesia. Ekspor minyak sawit sepanjang 2013 mencapai 20,57 juta ton dengan nilai ekspor USD15,83 milyar dan berperan besar dalam menyelamatkan neraca perdangan Indonesia [1]. Jumlah tersebut diharapkan terus meningkat untuk mendorong peningkatan nilai ekspor Indonesia.

Namun seperti dua sisi mata uang yang saling berhubungan, dampak postif dari perkembangan kelapa sawit juga diikuti oleh dampak negatif terhadap lingkungan. Limbah cair, padat, dan gas baik dari kegiatan kebun maupun pabrik terus menerus dihasilkan. Jumlah limbah cair yang dihasilkan mencapai 60% dari kapasitas pabrik [2], sehingga dengan produksi sekitar 32,5 juta ton CPO pada tahun 2015 [3] maka limbah cair yang dihasilkan mencapai 20 juta m3. Limbah cair tersebut mengandung bahan organik tinggi yaitu Total Suspended Solid (TSS), Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) masing-masing sebesar 15.000-40.000 mg/L, 20.000-30.000 mg/L dan 40.000-60.000 mg/L [4]. Karena tingginya polutan yang terkandung dalam limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), maka diperlukan penanganan dan pengolahan yang terintegrasi dari proses pre-treatment, primary-treatment, secondary-treatment, tertiary-treatment hingga ultimate-disposal.Proses pre-treatment memegang peranan penting dalam keberhasilan proses selanjutnya. Kandungan padatan dalam LCPKS diharapkan dapat dipisahkan pada proses pre-treatment.

Salah satu proses pre-treatment yang dapat dilakukan dalam pengolahan LCPKS adalah proses koagulasi flokulasi. Koagulasi dilakukan untuk menghilangkan bahan padatan dalam limbah, dengan menambahkan koagulan. Koagulasi flokulasi merupakan proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok berukuran lebih besar. Secara umum, proses koagulasi dan flokulasi terdiri dari proses destabilisasi muatan partikel karena adanya penambahan koagulan, proses destabilisasi yang memerlukan energi dalam bentuk aliran turbulen sehingga dibutuhkan adanya pengadukan, penyebaran pusat-pusat aktif partikel yang tidak stabil pada pengadukan cepat menjadi partikel yang lebih stabil, dan pembentukan flok-flok besar yang terjadi pada pengadukan lambat dan terjadi pengendapan flok–flok [5]. Dengan mengendapnya bahan padatan, proses lanjut dalam pengolahan LCPKS diharapkan menjadi lebih mudah. Pengolahan LCPKS dapat dilakukan dengan berbagai jenis flokulan dan koagulan seperti aluminium sulfat, ferri klorida, ferri sulfat, polialumunium klorida dan ammonium sulfat maupun penggabungan dari beberapa koagulan/flokulan, dengan optimalisasi pH, suhu, kecepatan pengadukan dan konsentrasi flokulan [6-9]. Meskipun penggunaan bahan-bahan kimia dalam proses pengolahan limbah mampu menghilangkan/mengurangi polutan, tetapi permasalahan baru terhadap lingkungan dapat timbul dikarenakan terbentuknya limbah baru hasil pengolahan. Alumunium sulfat, merupakan garam organik yang sering digunakan sebagai koagulan/flokulan dalam pengolahan limbah karena telah terbukti kerjanya, lebih murah dan mudah didapatkan. Akan tetapi dalam penggunaannya, koagulan jenis ini berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Alumunium sulfat menyimpan residual alumunium yang dapat menyebabkan efek samping seperti penyakit Alzhaimer [10]. Untuk itu, perlu dicari alternatif koagulan dan flokulan lain yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan kimia pada proses koagulasi/flokulasi LCPKS.

Kitosan merupakan bahan polimer yang mengandung gugus amino bebas dalam rantai karbon dan bermuatan positif sehingga menimbulkan resistensi terhadap stress mekanik. Gugus amino bebas dalam kitosan berperan dalam aplikasi adsorpsi pada kitosan [11]. Dalam pengolahan limbah cair, kitosan mampu menurunkan kadar COD, BOD, padatan tersuspensi, warna, kekeruhan dan mampu mengikat logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, Zn dan lain lain [12-16]. Kitosan dapat digunakan dalam penurunan kadar COD, BOD, kekeruhan dan minyak dalam limbah cair kelapa sawit dengan persen removal 80%-97% [8, 10, 17].

Sebagai PusatUnggulan Iptek di bidang Bioteknologi, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesian (PPBBI) turut andil dalam mengembangkan potensi kitosan dalam pengolahan LCPKS. Aplikasi koagulasi flokulasi kitosan dalam pengolahan LCPKS mampu mereduksi COD hingga 84%. Saat ini, pengembangan produk kitosan di PPBBI tidak hanya dalam bentuk kitosan, melainkan juga sudah pada tahap lanjut seperti nano-kitosan, nano-komposit kitosan, kitosan larut air hingga membran kitosan. Melihat potensi besar dari produk kitosan ini, PPBBI terus giat melaksanakan penelitian lanjut terkait potensi kitosan dalam pengolahan limbah cair kelapa sawit.

 

Referensi

Direktorat Jenderal Perkebunan (2014).Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit 2013-2015. Direktorat jenderal Perkebunan, Jakarta

Rahardjo, P.N. (2005). Permasalahan Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit, studi kasus IPAL Pabrik Kelapa Sawit PT. Kertajaya, Banten. JAI, 1 (1): 43-51

JurnalAsia (2016). Produksi CPO Berkelanjutan Indonesia Baru 18 Persen http://www.jurnalasia.com/2016/05/27/produksi-cpo-berkelanjutan-indonesia-baru-18-persen/. [12 Juni 2016]

Irvan, Trisakti B, Vincent M & Tandean Y. (2012). Pengolahan lanjut limbah cair kelapa sawit secara aerobic menggunakan effective microorganism guna mengurangi nilai TSS. J Teknik Kimia USU. 1(2): 27 – 30.

Welasih T. (2008). Penurunan BOD dan COD limbah industri kertas dengan air laut sebagai koagulan. J Rek Perencanaan. 4(2): 1-13.

Norulaini N.N.A, A.A Zuhairi, M.I Hakimi & M.A.K. Omar (2001). Chemical Coagulation of Settleable Solid-Free Palm Oil Mill Effluent (POME) for Organic Load Reduction. Journal of Industrial Technology, 10 (1): 55-72

Tan, J., Mohd. Ariffin, A. H., Ramlan, A. A. & Mohd Rozainee, T. (2006). Chemical precipitation of palm oil mill effluent (POME). Proceedings of the 1st International Conference on Natural Resources Engineering & Technology 2006 24-25 July 2006, Putrajaya, Malaysia: 400-407

Saifuddin N, Dinara. 2011. Pretreatment of palm oil mill effluent (POME) using magnetic chitosan. E-Journal Chem. 8(1): 67 – 68.

Ismail S., I. Idris, Y.T. Ng dan A.L. Ahmad (2014). Coagulation of palm oil mill effluent (POME) at high Temperature. Journal of Application Science, 14(12): 1351-1354

Sethupathi S. (2004). Removal of residue oil from palm oil mill effluent (POME) using chitosan. Thesis. Universiti Sains Malaysia. Malaysia.

Savvant DV & Torres JA. (2000). Chitosan-based coagulating agents for treatment of cheddar cheese whey. J Biotec Prog. 16(6): 1091 – 1097.

Knorr, Dietrich (1992). Functional of chitin and chitosan, Journal of Food Chemistry, 47

Schmuhl R, HM Krieg dan K. Keizer (2001). Adsorption of Cu(II) and Cr(IV) ions by chitosan: kinetics and equilibrium studies. Water SA, 27(1): 1-7

Nendes Maikel (2011). Kemampuan Chitosan Limbah Cangkang Udang sebagai Resin Pengikat Logam Tembaga (Cu). Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas, Padang

Riswanda T., F Rachmadiarti & S. Kuctjoro (2014). Pemanfaatan Chitosan Udang Putih (Lithopannaeus vannamei) sebagai Bioabsorben Logam berat Timbal (Pb) pada Daging kerang Tahu di Muara Sungai Gunung Anyar. Lentera Bio, 3(3): 266-271

Agusnar Hari (2003). Analisa Keefektifan Penggunaan Chitosan untuk Menurunkan Kadar Logam Berat. Jurnal Sains Kimia, 7 (1): 7-10

Mustapa S.H.BT (2008). Treatment of Palm Oil Mill Effluent via Chitosan based on  Flocculation A Study of  Different Concentration of Solid and Liquid Chitosan. Thesis. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering University Malaysia Pahang.

unduh file pdf

Share di Facebook