Mikropropagasi merupakan salah satu solusi penyediaan benih unggul komoditas tanaman bernilai tinggi. Peningkatan skala mikropropagasi untuk produksi massal memerlukan sistem yang efektif dan efisien, salah satunya dengan penggunaan Temporary Immersion Bioreactor. Ribuan benih unggul tanaman telah dihasilkan menggunakan sistem ini, termasuk di PPBBI antara lain benih kelapa sawit, sagu, dan tebu. Sistem ini pun memungkinkan pengembangan otomatisasi mengikuti tren industri 4.0.
Mikropropagasi merupakan teknik perbanyakan tanaman secara in vitro. Mikropropagasi seringkali digunakan untuk produksi benih klonal tanaman unggul yang diyakini lebih cepat dibandingkan propagasi konvensional. Mikropropagasi untuk menyediakan benih skala massal dalam waktu yang cepat memerlukan bejana kultur yang lebih besar dibanding menggunakan botol jar maupun tabung kaca. Oleh karenanya, pemanfaatan bioreaktor diperlukan karena menyediaakan ruang lebih besar untuk meningkatkan kuantitas multiplikasi tanaman.
Bioreaktor merupakan bejana atau wadah dengan volume besar yang menyediakan lingkungan steril dan terkontrol yang sesuai untuk pertumbuhan sel atau organisme dalam media nutrisi cair [1]. Pemanfaatan bioreaktor pada awalnya adalah untuk kultivasi mikroba. Kemudian dengan semakin berkembangnya teknik kultur sel tanaman, maka bioreaktor digunakan pula untuk produksi metabolit sekunder dari sel tanaman, yang kemudian berkembang untuk propagasi tanaman dalam skala besar [2].
Setidaknya terdapat empat kategori bioreaktor, yaitu mechanically agitated bioreactor (bioreaktor dengan pengadukan mekanik), pneumatically agitated bioreactor (bioreaktor dengan pengadukan pneumatik), non-agitated bioreactor (bioreaktor tanpa pengadukan), dan temporary immersion bioreactor/TIB (bioreaktor dengan sistem perendaman sesaat) (Etienne et al., 2006). TIB merupakan salah satu jenis bioreaktor yang banyak digunakan untuk tujuan mikropropagasi tanaman [2]. Hal ini karena sistem perendaman sesaat yang digunakan TIB sesuai untuk sifat tanaman yang tidak memerlukan agitasi fisik namun tetap memungkinkan aerasi yang mengurangi risiko hiperhidrisitas.
Terdapat berbagai model TIB, antara lain TIBS BFJX-IV dari Biofinction Co.Ltd Cina [3], BIT® Twin Flask [4], SETIS (Vervit, Belgium), RALM (Ralm Industria e Comercio Itda, Brazil), PLANTIMA (A-Tech Bioscientific Co., Ltd., Taiwan), PLATFORM (Plant From AB, Swedia & TC propagation Ltd., Ireland), dan MATIS® (Plastiques & CIRAD, Perancis) [5], dan RITA® (CIRAD, Perancis) [6]. PPBBI menggunakan TIB jenis RITA® (CIRAD, Perancis), dan protokolnya telah berhasil dikembangkan untuk propagasi beberapa tanaman perkebunan seperti kelapa sawit [7], sagu [8,9], termasuk tebu [10,11], dan telah dihasilkan hingga ratusan ribu benih yang digunakan baik di perkebunan milik pemerintah maupun swasta. Protokol TIB juga dikembangkan di PPBBI untuk mikropropagasi tanaman pemanis stevia dan kurma [12] (Gambar 1).
TIB di PPBBI TIB RITA® terdiri dari bejana reaktor yang tersambung pada pompa yang terhubung dengan mesin pewaktu (timer) agar dapat menyala sesuai dengan periode waktu yang diinginkan. Bejana TIB RITA® setidaknya terdiri dari 11 komponen (Gambar 2). Media cair akan berada pada wadah bawah (vessel) sedangkan eksplan tanaman diinokulasi pada bagian keranjang (basket) yang dilengkapi penyaring (screening disc). Pada waktunya perendaman, pompa udara akan menarik udara dalam bejana melalui selang udara (air vent) yang terhubung dengan filter udara (millipore filter), sehingga media pada wadah bawah akan terangkat melalui belt menuju ke dalam keranjang, dan kemudian merendam eksplan tanaman. Ketika waktu perendaman selesai, pompa udara akan berhenti, dan media dalam keranjang akan kembali turun ke wadah bawah dengan adanya gravitasi. Waktu perendaman media terhadap tanaman disesuaikan dengan sifat dari eksplan tanaman yang digunakan, melalui optimasi yang menghasilkan pertumbuhan yang baik dan multiplikasi yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, mikropropagasi pada TIB jauh lebih efisien dalam produksi benih skala massal [7,10,11]. Keunggulannya dibandingkan mikropropagasi pada kultur padat antara lain :
1.Laju multiplikasi tinggi
Protokol produksi benih tebu menggunakan TIB yang pernah dilakukan mampu meningkatkan multiplikasi dibandingkan pada sistem padat. Untuk tanaman tebu, dari satu eksplan (pucuk) dapat dihasilkan sekitar 500 pucuk baru.
2. Homogenitas benih yang dihasilkan tinggi
Mikropropagasi pada TIB menghasilkan benih yang seragam sehingga memudahkan proses seleksi, dan menjaga kualitas benih yang dihasilkan.
3. Efisiensi biaya
Mikropropagasi pada bioreaktor selalu berbasis kultur cair. Penggunaan media cair mampu menghemat biaya dari komponen media hingga 10 kali lipat, karena tidak memerlukan zat pemadat yang merupakan komponen biaya media tertinggi.
4. Otomatisasi kontrol
TIB memiliki sistem pengaturan otomatis terutama untuk kontrol waktu perendaman. Selain itu, TIB juga memungkinkan untuk dilengkapi dengan sistem-sistem kontrol otomatis lainnya, seperti coding untuk ketertelusuran data, reminder, real time observation, dan sebagainya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan produksi benih in vitro. Sistem ini juga yang sedang dikembangkan di PPBBI untuk produksi massal benih tebu pada TIB.
Referensi
[1]. Othmani A, C Bayoudh, A Sellemi & N Drira (2017). Temporary immersion system for date palm micropropagation. In: Al-Khayri JM, SM Jain & DV Johnson (eds.), Date Palm Biotechnology Protocols Volume I: Tissue Culture Applications. New York, Springer New York. p. 239-249.
[2]. Vidal N & C Sánchez (2019). Use of bioreactor systems in the propagation of forest trees. Engineering in Life Science 19(12): 896-915.
[3]. Zhang, B, L Song, LD Bekele, J Shi, Q Jis, B Zhang, L Jin, GJ Duns & J Chen (2018). Optimizing factors affecting development and propagation of Bletilla striata in a temporary immersion bioreactor system. Scientia Horticulturae 232: 121-126.
[4]. Etienne, H. dan Berthouly, M. (2002): Temporary immersion systems in plant micropropagation, Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 69: 215-231.
[5]. Etienne, H, B Bertrand, F Georget, M Lartaud, F Montes, E Dechamp, JL Verdeil & D Barry-Etienne (2013). Development of coffee somatic and zygotic embryos to plants differs in the morphological, histochemical and hydration aspects. Tree Physiol 33: 640-653.
[6]. Georgiev V, A Schumann, A Pavlov & T Bley (2014). Temporary immersion systems in plant biotechnology. Engioneering in Life Science 14(6): 607-621.
[7]. Sumaryono, I Riyadi, P Kasi & G Ginting (2008). Growth and differentiation of embryogenic callus and somatic embryos of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) in temporary immersion system. Journal of Agriculture 1(2): 109-114.
[8]. Riyadi, I & Sumaryono (2009) Pengaruh interval dan lama perendaman terhadap pertumbuhan dan pendewasaan embrio somatik tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb.), Menara Perkebunan 77(2): 100-109.
[9]. Sinta, MM, Sumaryono & I Riyadi (2018). Somatic embryogenesis of sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) from different origins in Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 183(1): 012008.
[10]. Riyadi I., H. Minarsih & Sumaryono (2012). Effect of putrescine on callus proliferation and somatic embryo formation of sugarcane (Saccharum officinarum L.) in temporary immersion system culture. Proc. The 5th Indonesia Biotechnology Conf., p.216-222.
[11]. Minarsih, H, Imron Riyadi, Sumaryono & Asmini Budiani (2013) Mikropropagasi tebu (Saccaharum officinarum L.) menggunakan sistem perendaman sesaat. Menara Perkebunan 81(1): 1-8.
[12]. Saptari, RT, MM Sinta, I Riyadi, Priyono (2020). Propagasi in vitro tanaman kurma (Phoenix dactylifera L.) pada bioreaktor dengan perendaman sesaat. Menara Perkebunan 88(2): 90-99.
[13]. Masna Maya Sinta, Imron Riyadi & Sumaryono (2014) Identifikasi dan pencegahan kontaminasi pada kultur cair sistem perendaman sesaat. Menara Perkebunan 82(2): 64-69.